Friday, June 06, 2008

Selamanya Pinokio

Muak rasanya mendengar celotehan mereka. Seakan dunia tak lagi diatur oleh Tuhan. Seringkali terdengar opsi-opsi yang sama, "Salah lu, harusnya begini dong!" Tapi itulah sifat manusia. Menghargai atas dasar siapa yang membuat, bukan apa yang dibuat. Maka tak ada jalan lain. Minus mendengarkan, lebih suka didengarkan.Rasanya kok semua sifat kemanusiaan sudah dikaji. Tetapi tetap saja menjadi sebuah misteri.

Tak heran jika harga seorang manusia tergantung pada tiga nilai: Harta, pencitraan dan tahta. Minus duit membuat seseorang tak dihargai. Tanpa citra diri manusia berjalan tanpa busana. Tak ada jabatan membuat insan terhina dan nista. Salah satu opsi menyiasatinya hanya dengan berdusta. Berdusta seakan-akan memiliki harta, jago tentang sesuatu, atau mengaku punya jabatan wahid.

Tapi sampai kapan sih kita berdusta? Bahkan tak tahu bagaimana berhenti dari ruang gelap itu. Dusta membuat segalanya lebih mudah. Rekayasa menjadikan tubuh minus usaha. Duh, lihatlah Pinokio. Boneka Gepetto itu saja bisa belajar berhenti berdusta. Mengapa kita tidak? Lalu sampai kapankah kita akan hidup di jalan ketidakjujuran? Mungkin hingga keinginan kita tercapai? Atau sampai mati?Tanya saja pada Tuhan masing-masing.