Wednesday, July 01, 2009

Siapakah aku....
Aku adalah Iblis yang kau suka
Aku adalah kesalahan yang kau inginkan
Dan aku akan tetap seperti itu
menusuk setiap langkah dan jalanmu...

Monday, June 01, 2009

Undanglah Aku


Hingga kini masih bertubuh manusia.Bernapas dengan sempurna. Namun perlahan, jiwa yang dulu penuh keinginan berubah menjadi dingin. Panca indra yang dulu berfungsi sempurna, menampakkan hal nyata namun kasat nurani.

Dimanakah kebaikan hati dan norma santun itu? Mulut yang berdoa tapi masih menapak di jalan yang remang. Bertakbir dan bersujud kemudian memperkosa hak-hak orang lain sewajarnya. Tahu atau tidak tahu, nyata atau hanya dusta. Mencabik jiwa lain dengan tersenyum dan menari indah diatas anyir penderitaan. Perlahan senyuman ramah dan perasaan selalu benar itu akan sirna.

Jubah indah yang dikenakan, mengalihkan pandangan dari hati yang bertaring serigala. Lihatlah jubah bertambal dan rapuh milik mereka yang dianggap hina. Setidaknya mereka tak menyembunyikan identitasnya. Tak perlu malu untuk dicaci, karena jasad manusia memang lebih busuk dari kecoa.

Pendusta, arogan, cerdik, penipu, Nyanyian indah yang menampakkan semua jati diri. Ketergantungan manusia akan godaan iblis kian bertumpuk. Apakah yang berbeda dari keduanya? Jawabannya sudah jelas, buanglah mahkota bertatahkan intan berlian itu. Kau akan tahu!

Undanglah aku dalam kehidupanmu, maka akan kupersembahkan tipuan psikologi terbaik yang dirancang dengan matang. Dengan senang hati, aku akan mempermainkan jiwa dan perasaanmu. Agar kau mengerti, melihat, merasakan, apa yang tersembunyi jauh didasar hatimu. Dengan ini, aku akan tetap menjadi Iblis penjagamu. Dengan seluruh kebusukan yang ada dalam diriku. Jika berhasil, Pujilah aku dengan cacian dan hinaan atas semua hasil kerjaku. Agar Sang Pencipta memberkatiku atas jalan kupilih.

Wednesday, March 11, 2009

Penantian


Entah berapa batang rokok yang dihisap selama lebih dari delapan tahun. Beratus lagu dan musik terdengar selama penantian. Tak ada yang menyenangkan hati.

Andaikan saja waktu bisa berhenti sejenak. Setidaknya menahan laju usia yang kian lama menampakkan eksistensi dalam bentuk kerutan wajah. Aku tidak takut menjadi tua dan lapuk. Hanya takut untuk menunggu selamanya tanpa akhir.

Hidup seakan terhenti di dalam rumah. Emosi terus berdenyut seolah hendak meledak. Setelah beberapa tahun ini, asa yang bagaikan api seolah meredup dan hendak mati. Tapi tidak akan terjadi kini. Karena aku tak mau menunggu lagi.

Menghitung setiap detik, menit dan jam. Tak sabar menanti kebebasan. Layak seorang hasrat seorang napi untuk keluar dari bui. Membayangkan udara luar yang menyegarkan logika. Berlari diantara rerumputan dan menghilangkan lemak-lemak kepenatan. Hingga saat itu tiba. Bersiap mengemasi pundi kebahagian. Tinggal sebentar lagi... Kemudian aku pergi tanpa pernah berpaling.

Monday, January 12, 2009

Bunga Rumput



Aku mengingatmu. Saat hujan turun rintik-rintik kau berdiri di beranda rumah kayu. Terlihat mempesona dengan gaun warna ilalang bergaris putih. Rambut yang panjang hitam legam dan bibir tersungging seperti pisang emas yang manis. di pelukan tangan kananmu sebuah boneka Panda kecil yang kumal. Malaikatku yang secantik bunga rumput.

Saat hujan sirna biarkan kaki telanjang menginjak rumput yang basah. berlari sambil menendang air dalam kubangan yang keruh. Tertawa dan membuat sinar matahari kembali memperlihatkan sinarnya dengan malu-malu. Pujaan hati yang tubuhnya kini kotor dengan tanah dan rumput.

Tak sedikitpun kau biarkan kelam dihatimu. Dunia kanak-kanak membawamu jauh dari derita dan ketakutan akan maut. Ketegaran bocah cahaya Kehidupan, dan kelemahan orang dewasa pada kenyataan.

Dalam ingatanku kau akan selalu ceria. Cerita yang dulu terpendam akan kutiupkan pada dunia. Seperti bunga rumput yang terbang kemanapun angin membawanya.



Selamat Ulang Tahun untuk Rianna Diah Sari
13 Februari 1986-20 Juni 1998
Penderita HIV ADS yang selalu tersenyum.

Bicara Pada Apa Saja



Beberapa sahabat menganggap saya tempat sampah. Maksudnya, tempat untuk menyalurkan curahan hati. Entah kekesalan terhadap seseorang, derita hidup, tapi umumnya masalah cinta. Kadang hanya sekadar berbagi cerita yang dianggap mengesankan. Beberapa cerita kadang membuat saya berdecak kagum, bingung, heran, bahkan takjub. Tapi sebagian besar cerita lainnya hanya menimbulkan efek bosan (Maaf).

Saya pun ingin berlaku sama. Menceritakan sesuatu hal yang saya anggap pantas untuk diceritakan. Tapi aneh. Kok kebanyakan mereka tak pernah memperhatikan cerita saya. Ada yang memotong pembicaraan dengan menceritakan hal lain. Ada yang pura-pura sibuk sambil mengatakan, "Ya... Ya, terus?" Ada yang diam dan berlaku seolah-olah mendengarkan. Bahkan ada juga yang tidur. Aneh... Harusnya saya wajib kesal pada mereka. Tapi ternyata tidak. Entah sudah terbiasa diabaikan atau bagaimana.

Sejak itu Saya pun berinisiatif enggan untuk bercerita saja. Biarkan saja mereka yang bercerita dengan semangat menggebu. Setidaknya, saya bisa ngobrol dengan orang itu. Meski terkesan cuma 'one way communication" tak apalah.

Memiliki Kucing peliharaan ternyata sangat menguntungkan. Kucing saya adalah tempat sampah yang baik. Dia hanya diam dan duduk saat saya bercerita. Kadang dia mengangguk seolah mengerti. Kadang juga dia menjawab dengan meongan panjang pendek. Hanya saja kalau dia tak ada di rumah cukup repot juga. Jadi saya harus punya tempat sampah baru. Kadang saya berbicara pada bunga soka di halaman. Atau pada sepeda kesayangan saya. Bahkan sampai sendal jepit. Ibu saya yang tahu kelakuan ganjil ini bilang, "Kamu sudah gila ya?"

Tak perduli bagaimana, curahan hati saya harus tersampaikan. Saya pikir, kalau dibiarkan dipendam, lama-lama akan jadi bom waktu. Jadi saya berbicara dengan apapun yang saya temui. Kadang saya memarahi komputer yang sedang kumat errornya. "Kan udah gua kasih listrik, masak lu masih ngadat sih?" Atau pada sendal jepit yang ditaruh di beranda masjid saat shalat Jumat.. "Tunggu disini, jangan kemana-mana!"

Kakak Sepupu yang tahu kebiasaan saya lama-lama khawatir juga. Dia pernah memberikan saya kartu nama psikiater. Bahkan, dia pernah bilang akan mengajak saya ke kyai terkenal. Seolah saya sudah terkena gangguan jiwa kronis yang harus segera diobati. Lucu sekali. Padahal saya merasa baik-baik saja. Namun saya beranggapan, kebiasaan ini harus segera dihentikan. Saya takut juga kalau dianggap kurang waras. Namun ternyata sulit menghentikan kelakuan 'menyenangkan' itu. Sampai sekarang, kebiasaan bicara dengan apa saja tidak hilang. Hanya volume suara saja yang dikurangi. Sst... supaya tak ketahuan. Iya kan?

Malam Tahun Baru



Sehari sebelum pergantian tahun 2008 menuju 2009. Banyak yang bertanya pertanyaan yang sama pada saya. "Malam tahun baru mau kemana? Terus mau apa?" Rasanya aneh, saya tak pernah memikirkan akan kemana atau melakukan apa di malam tahun baru. Jujur saja, saya takut dengan setiap perayaan pergantian tahun. Karena waktu tak terasa begitu cepat berlalu.

Beberapa hari sebelum tahun baru, adalah saat paling menyebalkan. Pikiran saya terus memikirkan satu hal. Tahun berganti, umur pun bertambah. Hanya saja harapan dan cita-cita belum tercapai. Lalu mau apa lagi? Jadi saya memutuskan untuk berhenti memikirkan soal pergantian tahun. Akhirnya saya terpikirkan untuk pergi memancing--Hobi paling favorit. Tapi ternyata saya salah. Memancing ikan malah memberikan pikiran saya terus membayangkan tahun 2009 yang akan menjelang.

Saya pun mulai menyibukkan diri dengan hal lain di rumah. Membereskan kamar yang selalu berantakan. Ternyata ide ini lumayan berhasil. Saya pun mulai terobsesi melakukan berbagai pekerjaan rumah lainnya. Pokoknya apa saja yang membuat saya tak memikirkan malam tahun baru. Tapi tetap saja, sekeliling saya penuh dengan nuansa tahun baru. Ada anak tetangga yang terus meniup terompet. Teman-teman sekeliling rumah yang merencanakan bakar ikan di malam pergantian tahun. Sampai Ibu saya yang menanyakan apakah saya sudah membeli kalender 2009.

Rencana saya di malam tahun baru hanya satu. Tidur sedini mungkin. Tapi toh saya tak bisa tidur. Sekeliling rumah penuh dengan kegaduhan mempersiapkan acara tahun baru. Bapak-bapak yang bersenda gurau dan tertawa keras. Anak-anak kecil yang mengadakan orkestra trompet dan memukul tiang listrik. Bocah-bocah ABG (Anak baru gede) yang bergitar di belakang rumah. Saya mulai kesal sendiri. Ada apa sih mereka dengan malam tahun baru? Tidak bisakah mereka menganggap malam tahun baru seperti malam-malam lainnya?

Akhirnya saya hanya bisa melakukan satu hal. Nonton televisi dan berharap ada film bagus yang diputar. Ternyata cukup membuat perasaan tertekan dengan suasana tahun baru hilang. Lagipula, saya sibuk memindah-mindah channel televisi. Soalnya setiap saluran menayangkan film yang bagus.

Hampir tengah malam. Acara nonton televisi terhenti dengan ledakan keras dari luar. Tak hanya itu, bunyi gaduh para tetangga membahana. Saya pun segera menuju jendela kamar saya yang ada di tingkat dua. Ternyata suara ledakan itu berasal dari kembang api. Cipratan api di angkasa berwarna-warni membuat saya tertegun. Indah sekali. Di bawah tampak anak-anak kecil berteriak teriak sambil menunjuk ke arah bunga-bunga api yang menyala kemudian menghilang. Mereka tampak sangat senang. Saya pun memandang ke arah cipratan bunga api yang indah itu. Pikiran ini telah meninggalkan beban akan pergantian tahun. Mungkin inilah saatnya memulai hari yang baru. Perlahan saya pun memanjatkan doa sambil memandang langit. Satu letupan kembang api, satu harapan. Saat letupan kembang api terakhir saya berguman. "Semoga tahun 2010 tak cepat datang ya Tuhan!"