Monday, January 12, 2009

Bicara Pada Apa Saja



Beberapa sahabat menganggap saya tempat sampah. Maksudnya, tempat untuk menyalurkan curahan hati. Entah kekesalan terhadap seseorang, derita hidup, tapi umumnya masalah cinta. Kadang hanya sekadar berbagi cerita yang dianggap mengesankan. Beberapa cerita kadang membuat saya berdecak kagum, bingung, heran, bahkan takjub. Tapi sebagian besar cerita lainnya hanya menimbulkan efek bosan (Maaf).

Saya pun ingin berlaku sama. Menceritakan sesuatu hal yang saya anggap pantas untuk diceritakan. Tapi aneh. Kok kebanyakan mereka tak pernah memperhatikan cerita saya. Ada yang memotong pembicaraan dengan menceritakan hal lain. Ada yang pura-pura sibuk sambil mengatakan, "Ya... Ya, terus?" Ada yang diam dan berlaku seolah-olah mendengarkan. Bahkan ada juga yang tidur. Aneh... Harusnya saya wajib kesal pada mereka. Tapi ternyata tidak. Entah sudah terbiasa diabaikan atau bagaimana.

Sejak itu Saya pun berinisiatif enggan untuk bercerita saja. Biarkan saja mereka yang bercerita dengan semangat menggebu. Setidaknya, saya bisa ngobrol dengan orang itu. Meski terkesan cuma 'one way communication" tak apalah.

Memiliki Kucing peliharaan ternyata sangat menguntungkan. Kucing saya adalah tempat sampah yang baik. Dia hanya diam dan duduk saat saya bercerita. Kadang dia mengangguk seolah mengerti. Kadang juga dia menjawab dengan meongan panjang pendek. Hanya saja kalau dia tak ada di rumah cukup repot juga. Jadi saya harus punya tempat sampah baru. Kadang saya berbicara pada bunga soka di halaman. Atau pada sepeda kesayangan saya. Bahkan sampai sendal jepit. Ibu saya yang tahu kelakuan ganjil ini bilang, "Kamu sudah gila ya?"

Tak perduli bagaimana, curahan hati saya harus tersampaikan. Saya pikir, kalau dibiarkan dipendam, lama-lama akan jadi bom waktu. Jadi saya berbicara dengan apapun yang saya temui. Kadang saya memarahi komputer yang sedang kumat errornya. "Kan udah gua kasih listrik, masak lu masih ngadat sih?" Atau pada sendal jepit yang ditaruh di beranda masjid saat shalat Jumat.. "Tunggu disini, jangan kemana-mana!"

Kakak Sepupu yang tahu kebiasaan saya lama-lama khawatir juga. Dia pernah memberikan saya kartu nama psikiater. Bahkan, dia pernah bilang akan mengajak saya ke kyai terkenal. Seolah saya sudah terkena gangguan jiwa kronis yang harus segera diobati. Lucu sekali. Padahal saya merasa baik-baik saja. Namun saya beranggapan, kebiasaan ini harus segera dihentikan. Saya takut juga kalau dianggap kurang waras. Namun ternyata sulit menghentikan kelakuan 'menyenangkan' itu. Sampai sekarang, kebiasaan bicara dengan apa saja tidak hilang. Hanya volume suara saja yang dikurangi. Sst... supaya tak ketahuan. Iya kan?

No comments: