Monday, December 29, 2008

Jangan Coba Memutar Waktu


Hanya satu yang saya pikirkan saat ini. Dimanakah keberuntungan yang baik itu. Andai saja dunia berputar searah jarum jam, maka biarkanlah tetap begitu. Sepanjang hidup, ingin rasanya memutar jarum jam ke arah sebaliknya. Namun sepertinya itu hanya keinginan sesaat karena penyesalan tentang apa yang diperbuat masa lalu. Tapi adakah gunanya? Sekarang, hanya ingin menjadi orang yang jujur terhadap fakta dan realita. Setidaknya, jadi manusia yang tidak akan mencoba memutar waktu.

Rasanya saya pun tak ingin menggunakan istilah aneh-aneh yang membuat orang justru bingung. Mungkin seperti ini, roda kehidupan akan terus berjalan dan tak akan menunggu terhenti. Semua orang tentunya sudah tahu akan hal itu, tapi apakah mereka paham? Penyesalan dari hati tentu tidak berkata demikian. 'Seandainya saya tidak...' Bisakah hentikan memikirkan kata itu.

Hukum sebab akibat adalah hal yang paling saya benci. Setelah makan pasti kenyang, atau setelah maling ayam pasti dipukuli orang sekampung. Meski tak suka, namun itulah hal pertama dalam hidup yang ternyata saya pelajari. Bukan belajar membaca atau merangkak. Saat masih bayi, hanya terpikirkan satu hal. Ketika menangis, orang tua pasti akan datang menghampiri. Selebihnya, biar mereka yang menangani. Bukankah itu hal pertama setiap bayi pelajari, apa yang kita semua pelajari.

Andaikan Tuhan memberikan penjelasan setiap aspek kehidupan yang kita jalani. Nyatanya tidak, kita tetap harus mengandalkan pengalaman dan mencoba. Hidup tanpa menjalani penyesalan. Saya tak yakin bisa menjalaninya dengan baik. Tapi siapa yang tahu. Jadi biarkan mengalir saja bukan?



Untuk: Arini Firdhianti Salsabila Tercinta, seorang teman yang baik.

Seseorang dan Sandal jepit


Bocah lelaki mengenakan sendal jepit berlari kecil sambil menjinjing termos es. Tiba di sebuah warung, termos itu kini menjadi bagian dari dagangan. Bukan termosnya, melainkan es teh manis di dalamnya yang berjumlah 45 buah. Dijajakan seharga seratus rupiah dan si bocah mendapat laba dua puluh rupiah setiap satu buah.

Anak kecil bersendal jepit kini sibuk menghitung koran dan majalah di atas mobil bak terbuka. Setelah dihitung, koran dan majalah itu diberikan pada kios penjaja eceran. Untuk pekerjaan ini dia harus bangun setiap pukul tiga dini hari dan selesai pukul enam pagi. Setiap hari dia menerima uang tiga ribu rupiah sebagai upah.

Setiap hari sepulang sekolah, bocah kecil bersendal jepit pergi ke pasar. Duduk di depan jejeran kaus kaki, celana dalam dan tali sepatu. kios ini bukan miliknya, namun dia di upah dua ribu rupiah setiap hari jika mau menunggui dagangan dari siang hingga sore.

Dari bocah kecil kini berubah menjadi seorang pemuda. Hanya saja dia masih mengenakan sendal jepit. Dihadapannya ada tumpukan buncis yang dijual seharga Rp 1.700 rupiah per bungkus. Jika per kilogram, buncis dijual seharga Rp 2.600. Sebagai imbalan, pemuda itu diupah lima ribu rupiah sehari.

Pemuda dengan sendal jepit kini berjalan terbungkuk-bungkuk. Di pungggungnya ada karung beras yang sangat berat. Setiap hari, dia harus mengangkat karung beras setidaknya empat puluh sak. Untuk pekerjaan itu sangat menyita tenaga. Hasilnya lumayan, tiga puluh ribu rupiah sehari.

Kini sang pemuda sedang duduk di depan sebuah rental video. sendal jepitnya masih setia menemani di teras. Pekerjaan ini lumayan menyita waktu meski tak melelahkan. Meski dalam satu bulan, dia cuma mendapat hasil tak jelas. Kadang dibayar, kadang juga tidak.

Si Pemakai sendal jepit kini duduk di depan meja komputer. Dia mengentikkan makalah bagi mahasiswa yang memang malas atau tidak bisa menggunakan komputer. Kerja seperti ini sangat melelahkan mata. Namun hasilnya lumayan, Rp 500 per satu lembar. Setiap hari, setidaknya selalu ada orderan lebih dari enam puluh lembar.

Sendal jepit sang pemuda kini selalu licin karena minyak. Kini dia sedang membakar sepotong ayam di warung ayam goreng dan ayam bakar. Pekerjaan yang melelahkan tapi sangat menyenangkan. Tidak ada upah untuk pekerjaan ini. Hanya saja setiap hari, dia bisa makan gratis. Menyenangkan, setidaknya itu upah yang sudah cukup baginya.

Sendal jepit milik si pemuda sudah tipis, tapi toh tetap saja masih dipakai. kadang-kadang sendal itu menemani si pemuda mencuci piring di warung nasi goreng. Kadang-kadang sendal jepit itu hanya nganggur sambil memperhatikan si pemuda melayani pembeli mie ayam. Dia juga ikut ambil bagian saat si pemuda berjualan sendal di kawasan sebuah universitas negeri setiap hari minggu. upahnya lumayan. Setidaknya cukup untuk membeli rokok dan makan.

Kini sang pemuda mengenakan sepatu. Tapi sendal jepit tetap bersamanya, meski disimpan di dalam tas. Kini si pemuda bekerja mengurus keperluan pameran atau seminar. Upahnya memang tidak banyak. Tapi cukuplah untuk membayar listrik rumah dan membantu belanja.

Sendal jepit itu kini menangis sedih. Dia tak bisa menemani Sang pemuda yang kini sudah berganti pekerjaan. Pemuda itu kini bekerja di sebuah kantor pemberitaan televisi nasional. Bekerja selama dua belas jam setiap hari. Tidak hanya itu. Senyum seolah hilang setiap kali pulang. Meski upah pemuda itu kini lebih baik, namun penyakit dan keletihan menggerogoti tubuh letih itu.

Si pemuda berganti pekerjaan sebagai staf di kantor biro hukum. Namun sendal jepit tetap tak bisa ikut menemani. kini si pemuda malah sering pulang sambil marah-marak tak jelas. Bisa jadi beban pikirannya demikian berat. Mungkin karena dia selalu terjepit situasi yang membuat dia tak bisa berbuat banyak. Andai saja bisa bicara, sendal jepit ingin sekali bisa meringankan beban sahabatnya itu. Namun toh apa daya, dia cuma sendal jepit.

Kini sendal jepit sangat senang. Si pemuda itu kini bersamanya lagi di setiap pekerjaannya. Kini sang pemuda membuka toko reparasi komputer dan pengetikan. Setiap hari, si pemuda selalu tersenyum dan tertawa. Aneh, padahal upah kerja si pemuda kadang hanya cukup untuk makan dan beli rokok. Tapi mengapa pula dia sebahagia itu? Saat bekerja dengan upah melebihi yang sekarang, dia selalu murung dan sedih. Manusia sulit diterka, demikian pemikiran sendal jepit.

Sandal jepit kini sangat bahagia. Meski hanya karet, toh dia berkesempatan keliling Indonesia. Bersama si pemuda, mereka mengunjungi sejumlah pulau dan keluar masuk hutan. Pekerjaan yang berat, namun senyuman dan tawa riang selalu hadir di wajah si pemuda. Pekerjaan yang melelahkan dengan upah yang minim. Tapi ternyata kebahagian tidaklah selalu hadir dalam bentuk limpahan harta benda. Karena saat itu, si pemuda tak pernah melewatkan hari tanpa tawa dan canda.

Kini sandal jepit tak sering bepergian lagi. Si pemuda rupanya kini sedang mencoba pekerjaan baru. Setiap hari, si pemuda selalu tampak sibuk di depan komputernya. Yah Meski belum sukses dalam hal materi, toh sendal jepit selalu berdoa. Semoga saja, kebahagiaan selalu hadir di hari-hari dia dan sahabatnya itu. Semoga...

Monday, December 15, 2008

Krisis Ekonomi


Sudah dua pekan saya mengurung diri di kamar. Keluar pun hanya sekedar membeli rokok di warung. Tidak ada alasan rahasia kecuali ketak-ketik sendiri dan mencoba membuat tulisan yang bisa jadi duit. Alasan lain? Karena pekerjaan kuli angkut di pasar sekarang sudah banyak saingan. Ha ha, tapi pernyataan tadi serius lho...

Kalau diingat, diraba dan diterawang. Rasanya sudah beberapa tahun ini hidup saya tak ubahnya seperti ayam. Kadang hari ini makan enak, besok tak tahu. Hari ini bisa merokok, besok belum tahu ngebul atau tidak. Bisa dapat duit untuk tiga hari kedepan, nantinya ya mana ngerti. Semua tergantung takdir dan takdir yang menggantung saya. Selama saya tidak stress dan gantung diri sih rasanya aman-aman saja. Tapi jujur! Saya capek hidup tidak menentu. Sudah banyak kerjaan yang saya geluti. Hasilnya sama sekali tidak memuaskan. Sampai sekarang pun saya masih merindukan kerja P3S (Pergi pagi pulang sore). Tapi entah mengapa sulit sekali didapat. Burung yang nemplok di jendela kamar saya bilang, "Mungkin karena krisis ekonomi global."


Saya tak begitu mengerti soal ekonomi. Apalagi yang namanya global. Saya cuma tahu global itu nama saluran televisi punya Media Nusantara Citra. Tapi ternyata sangat berimbas dalam karir saya. Baik karir kaki lima (kerja di jalanan), kaki dua (kuli rumahan), dan tanpa kaki (Boro-boro kerja). Tiba-tiba saja saya pun terkena imbas krisis ekonomi. Apalagi harga rokok yang kian naik. Kini saya terpaksa membeli rokok ketengan. Atau kadang-kadang menurunkan standarisasi rokok. Misalkan saja: biasa merokok samsu, sekarang berubah jadi Sampoerna kretek. Djarum Super jadi Djarum 76 atau Gudang Garam jadi Bentoel Sejati. Beruntung mulut saya asbak alias doyan segala jenis rokok. Mungkin lewat krisis ini, Tuhan telah memperingatkan saya untuk menjauhi nikotin. Jika itu yang memang sudah digariskan, saya pasrah untuk meninggalkan rokok (Saya tulis ini sambil menyilangkan jari loh).

Krisis ekonomi ini datang seperti jalangkung. Datang tak dijemput, hanya saja sepertinya tak pulang-pulang. Dua bulan ini bisnis reparasi komputer saya anjlok. Layaknya tali kolor yang sudah melar, omzet bulanan pun turun. Biasanya saya bisa makan daging sebulan empat kali. Kini empat bulan terakhir ini saya berubah drastis jadi vegetarian. Nasi, tahu, plus sayur asem. Pertengahan bulan makan nasi, tempe, dan oseng kangkung. Akhir bulan kemarin lebih menyakitkan. Nasi putih hangat plus terasi ABC sachet yang dibakar pake korek api. Oh Tuhanku. Setidaknya jika krisis ekonomi berlanjut, tolong berikan daku pekerjaan baru (Atau setidaknya jangan naikkan harga warnet).
Amin...

Tuesday, November 11, 2008

Duck can Talk






Duck of Mr. Fredward. Komik karya Keiko Ushijima ini adalah salah satu yang sangat menginspirasi saya. Adalah Kevin Fredward, seorang penulis cerita suspens. Cowok penyendiri dan gak kenal tetangga. Hidupnya berubah drastis ketika datang seekor bebek pengurus rumah (Nanny) bernama Rosemary. Mulanya Kevin tak terbiasa dengan pengurus rumah barunya itu. (Siapa sih yang terbiasa lihat bebek nyapu dan beres-beres, apalagi bebeknya bisa ngomong). Namun Rosemary ternyata mengubah hidup Kevin. Lebih lanjut baca sendiri aja. Atau pinjem aja ma saya, pasti gak bakal dipenjemin. Ha.. ha.. ha..

Dilihat dari tampilannya, pasti sudah keliatan kalau gambar goresan tangan cewek ini adalah komik roman. Baik, tak saya pungkiri, goresan tangan di komik ini memang identik dengan cewek. Bahkan tampilan gambar manusianya seperti gambar seorang desiner baju model versace atau oscar lawalatta.

Jujur deh, jangan buru-buru memvonis cerita dalam komik ini pasti romantisme cewek. Komik ini malah mengajarkan kita banyak hal. Gak hanya hubungan dengan kekasih, sebagian malahan hubungan harmonis manusia dan hewan, manusia dan manusia, juga manusia dengan alam gaib (loh kok). Kalo gak percaya baca aja sendiri. Jujur aja saya tulis ini karena baru nemu lagi komiknya setelah sekian tahun hunting.

Wednesday, November 05, 2008

Aku tak akan berhenti memaki. Tidak, rasanya tak akan pernah selesai. Sampai orang-orang berhenti berjalan dan mulai berkerumun di hadapanku. Kebenaran yang tidak penting tapi yang penting ... Dengarkan aku!

Aku akan mengetuk setiap pintu rumah di dunia hanya untuk meminta setitik air. Setelah itu aku akan memukulmu dengan bogem terbaikku. Setelah kau mati, aku akan berdoa setulus hati untukmu. Kini, adakah pertanyaan untukku?

Sunday, September 07, 2008

Doa Hari Ini


Ya Tuhanku...
Biarkanlah anakku tertidur lelap. jauhkan darinya pikiran tak enak karena bapaknya harus membayar uang sekolah yang mahal. Tuhanku, mampukan aku supaya bisa menyediakan peralatan sekolah yang harganya lebih mahal dari sembako. Mudahkan si upik belajar beradaptasi dengan kurikulum yang selalu berganti di sekolah. Jangan lupa Tuhan, berikan dia nilai tinggi karena standarisasi ujian nasional memang sangat tinggi.

Ya Tuhanku...
Biarkan istriku tertidur lelap dan melupakan harga minyak goreng, beras, gula, bawang, tomat, cabai, gas, minyak tanah, dan kebutuhan pokok lainnya yang kian mahal. Jauhkan dia dari godaan mandor kepala yang setiap hari memandang dengan pandangan mesum. Hindarkan dia Tuhanku ... dari perselingkuhan dengan orang kaya karena tak puas dengan suaminya yang kere. Tabahkan dia Tuhanku, dari gunjingan tetangga dan amarah tukang warung tempat kami berhutang.

Ya Tuhanku, tolonglah aku...
Jauhkan aku dari pandangan seksi si Inem tetangga sebelah yang bahenol. Hindarkan aku ya Tuhan... dari mabuk dan judi akibat stress menghadapi hidup. Turunkan amarahku setiap kali pak mandor memotong upah kerjaku dengan semena-mena. Ceriakan aku ya Tuhan, dari kesedihan setiap kali diomeli mertua karena aku tak mampu memberi anak istriku hidup lebih layak. Yaa Tuhanku, ridhoi dan jadikan aku orang yang kaya. Bukan kaya materi Ya Tuhan, tapi kaya akan kesenangan batin dan kenikmatan hidup. bariskan aku diantara Ulama dan Umara, jangan tenpatkan aku gerak jalan bersama koruptor, tukang riba dan preman pasar...

Amin Ya Tuhan
Yaa Rabbal Alamin

Tapi ya Tuhan, bisakah dipercepat rizki hari ini.
Saya sudah lapar ya Tuhan...

Thursday, August 07, 2008

Cuma Iseng


Cuma sekedar Cerita.Dari cerita nyata, tapi di bikin Fabel lucu kali ye:



Kisah Beruang Bingung

Seekor Beruang mendengar kabar jika sahabatnya Ular Keket masuk rumah sakit. Maka sang beruang datang menjenguk si Ular Keket di rumah sakit. Saat berkunjung, si Keket berkata pada Beruang.
"Akang Beruang, boleh aku pinjam uang?" Kata Keket
"Tapi Mas Keket, aku lagi pailit. Suer deh! Ujar beruang.
"Aku butuh buat biaya rumah sakit mas. Tolong deh. Nanti ta' bayar cepet."
"Duh tapi ga ada pisan mas..."
"Pinjem ma sapa dulu deh, ntar aku bayar kes kang. Tulung lah kang, nganggo bunga ge' ora popo,"
ratap Ular Keket pada Beruang
"Yah sudah. Tapi nanti bayar ya mas..."Keluh Beruang

Pulang dari menjenguk Keket sang Beruang bingung. Ia tak tahu bagaimana caranya membantu si Keket. Akhirnya dia memutuskan untuk meminjam uang pada saudara Kambing.
"Mbing, gua pinjem duit dong..." pinta beruang
"Duh Beruang... duit sih ada. Tapi ga buat modal kawin nih," ujar Kambing.
"Pinjem dulu lah. Sayah ada urusan gaswat yeuh," Pinta Beruang. Ia tak mau menyebutkan alasan mengapa ia meminjam uang tersebut.
"Tapi nanti dibayar kan?" kata Kambing penuh selidik.
"Ya iya atuh. Masa Ya iya dong!" seloroh Beruang kalem.

Beberapa hari kemudian Beruang menerima uang yang ditransfer kambing via BSU (Bank Satwa Universal). Berhubung Beruang tak punya rekening bank, uang itu ditransfer ke rekening Sang Bajing--Kawan dekat Beruang. Beruang pun segera mendatangi si Ular Keket. Diberikannya seluruh uang pinjaman itu pada sang Ular Keket.

Beberapa lama kemudian, Kambing tak sengaja bertemu Beruang di suatu tempat. Kontan saja Sang kambing menaging utang pada Beruang.
"Hei Beruang. Gimana nih utangnye. Lama amat," seloroh kambing.
"Duh Sorri berri kantong perih Mbing. Gua blom punya duit," ratap Beruang.
"Ya udah deh. Gua cuma ngingetin loh. Tai kalo ada cepet dibayar ye!" Kata Kambing.
"Oke mbing... Sori pisan euy," ujar Beruang.

Setelah bertemu Kambing, beruang makin bingung. Masalahnya dia pun berulang kali mendatangi si Ular Keket. Namun, tak jarang Si Ular Keket tak dapat ditemui. Malah sekarang ini Sang Ular Keket seolah raib ditelan bumi. Apa akalku? keluh beruang.

Beberapa lama berlalu Beruang bekerja di Hutan luar negeri. Namun Sang kambing tetap mengingatkan Beruang agar tetap bayar utang. Meski tak enak pada kambing, Beruang tetap mencoba membayar utangnya dari hasil gajinya. Hingga dirasa cukup Beruang pun berjanji pada kambing akan segera membayar utang. kambing pun memberikan nomer rekeningnya di Bank Satwa Universal pada Beruang.
"Cepet kirim yah, NO REK. 1234 Di BSU Cabang Utan Kayu" kata Kambing via SMS.

Dalam hujan lebat Beruang pun segera mendatangi Bank setempat. Dia ingin masalah utang ini cepat selesai. Dikirimnya uang via no. rekening yang diberitahu Kambing. Kemudian Beruang meninggalkan bank dengan hati lega.

Namun apa yang terjadi? Kuda bukan biri-biri...Pihak Bank menghubungi Beruang dan menyatakan bahwa no rekening yang dituju salah. Jika beruang hendak mengambil uangnya, resi transfer rekening harus diberikan ke kasir. Beruang cuma menunduk lemah... Diambilnya resi yang sudah hancur dengan tulisan pudar. Rupanya gara-gara kehujanan, resi bukti transfer milik Beruang hancur. Pihak bank pun tak bisa memberikan uang milik kang Beruang kembali. Nasiib...

Beruang pun kembali menghubungi Kambing. Beruang meminta nomor rekening Bank milik Kambing. Namun Beruang Enggan menceritakan kejadian itu pada kambing.
"Duh gimana nihh, minta nomer mulu. Emangnye kite bandar togel!" Ujar kambing di telepon.
"Halah sori pisan Mbing. Ada Rekening lain gak?" Pinta Beruang
"Ada. Nanti sayah SMS saja oke coy," kata Kambing.

Alhasil ketika SMS diterima. Beruang langsung menuju bank kembali. Dikirim lagi sejumlah uang ke nomor rekening yang di SMS Kambing.
"Wah miaauw... lagi gak online kang, mau dititip aja ato mau transfer nanti? Tanya Kucing wanita selaku kasir.
"Walah titip aja lah... nih nomer saya. Nanti kontak yah, malem minggu juga boleh." Cengir Beruang.
Alhasil keluar dari bank, ada tiga goresan di pipi beruang gara-gara ditampar kasir. Kasian...

Besoknya Beruang datang ke bank. Loh, kasirnya beda. Gorilla cowok yang agak serem. Beruang menanyakan masalah transfer uang miliknya. Namun Gorilla kasir itu berkata kalau no. rek. yang dituju salah.
"hah, salah alamat lagi?" Beruang Kaget.
"Iya Kang. Kalo mo ambil uangnya, saya minta bukti transfernya!" kata Gorilla bener-benar tanpa senyum.
Beruang pun merogoh kantong celananya. hah... Ia kaget mendapati lubang dicelananya.
"Jangan-jangan... Oh Tidaaak!" Beruang mendapati Resi Transfernya raib lagi. Dasar sial... namun Beruang mencoba meyakinkan si Gorilla kalau bukti transfernya hilang dan ia butuh uang itu. Bukannya mengerti, sang Gorila malah mencium wajah si Beruang dengan kakinya...

Beruang kini telah pulang kampung. Setelah beberapa lama bekerja di hutan luar negeri, Beruang sadar. Mencari uang halal itu benar-benar sulit. Apalagi ia teringat terus utangnya pada si Kambing. Namun Apa daya?

Suatu waktu secara tak sengaja, Si kambing marah pada beruang. Masalahnya karena Beruang dianggap mangkir dari tugas mengatur pertemuan para satwa. Padahal mah Beruang bukan panitia pertemuan. Dia cuma mengajak kawan satwa agar nongkrong bersama. Tapi itu pun kalau mau... Alhasil Beruang berkata pada Kambing bahwa ia bukan panitia. Alih-alih mengerti Sang Kambing Malah marah. Lucunya sang Kambing Marah dengan bawa-bawa utang.

" Tega Amat loe... Beruang" Ujar kambing .
Kambing pun membeberkan bukti-bukti konkret layaknya advokat. Jelas saja Beruang bingung.
Kambing menambahkan pada suratnya:
"Beruang ini berhutang padaku. Gak bayar-bayar lagi... Atas Kebijaksanaan gua, dan atas saran Kyai Tokek, serta karena kebaikanku kuputuskan Hutang si Beruang geblek ini 'LUNAS'!" Kambing mengembik dengan gempita.

Kambing Terlihat mangkel dan marah Namun tanpa diketahui sang Kambing, Beruang melongo bahagia. Akhirnya ia mendapat ketenangan 'Tanpa Utang'. Mungkin ini upah dari berbuat bodoh? tapi Beruang cuma nyengir dan berharap agar sang Kambing berhenti marah-marah.

Wednesday, July 02, 2008

Dering Ponsel Malam Hari


Kukira takkan mungkin lagi melihat namamu di layar telepon selular. Hingga semalam mimpi itu terjadi. Dering yang membuatku tak jadi memejamkan mata. Sesaat terpana, aku masih memisahkan dunia nyata dan mimpi. Kantuk sirna saat kulihat namamu di layar LCD. Mengapa? Padahal entah berapa pekan nomor itu seolah terisolasi dariku.

Takut dering terhenti, kuangkat panggilanmu. Jantungku berdegup cepat, emosi tiada terkendali. "Halo," Ujarku cepat. Namun tak ada panggilan terdengar. Mungkinkah kau ragu bicara padaku? kupanggil namamu beberapa kali. Aneh! Kau tak menjawab sedikit pun.

Aku tahu, mungkin berat bagimu. Setelah perpisahan tiada mengenakkan. Aku tahu kau terluka dan aku tak mampu memberimu sebuah penjelasan yang indah. Namun kali ini, mohon jawab panggilanku. Tanganku bergetar tiada henti. Aku rapuh dikala menanti. Mohon bersuaralah. Kita memang tidak sedang bercinta kini, namun jauh di lubuk jiwa, kau tetap dewiku.

Perlahan dan samar, kutangkap suara-suara halus.
"Halo, apa! Kamu bilang apa? Aku menangis setengah menjerit.
Namun jawaban yang kudengar samar sekali. Hingga sayup dan jelas kudengar suara itu. "Meeoong." Hah! Aku melongo, bego. "Pus, jangan diinjek hapenya dong! ujar sesosok suara yang kukenal. Tak lama setelah itu yang kudengat hanya bunyi "tuut" panjang. My God! Rasanya kini otakku jatuh ke lambung. Jadi hanya itu?

Satu Pertanyaan saja




Hanya satu pertanyaan saja. Kapankah aku mati? Aku akan tahu saat malaikat kematian mendatangiku dengan senyuman. Ucapan maaf berulang kali karena dia harus mengambil nyawaku. Meminta izin dengan sangat hormat. Kemudian nafasku terhenti tanpa ada rasa sakit. Cuma senyuman terhias di bibir dan mengucapkan, "Selamat tinggal dunia."


Jikalau aku tahu, akan kupersiapkan kematianku dengan indah. Aku akan terbaring di ranjang dan seorang gadis cantik nan seksi berada di sampingku. Dia akan membasahi dadaku dengan derai air mata yang seolah tak kunjung habis. Bibir ranum yang membisikan kata berulang kali, "Aku mencintaimu."

Terukir di kepalaku. Orang-orang penting, orang-orang hebat. Berderet menanti tandu jenazah nan megah yang dibawa pria berwajah tampan dan bertubuh kekar. Upacara penghormatan terakhir ala Raja Sulaiman. Syahdu tangis mengiringi kepergian orang tercinta dihati mereka. Aku!

Lihatlah aku. Terbaring di liang lahat terang. Menanti kiamat ala tidur pengantin. Melewati prosesi mahsyar dan perhitungan akhir. Namun tiada keringat dan lelah tercurah. Semua birokrasi melelahkan terlewati. Aku VIP!

Inilah aku. Bercanda bersama para sufi. Berbincang mengenai keindahan nirwana. Pulang ke istana megah indah. Makanan mewah tak mengenyangkan meski dilahap berulang kali. Hari berganti tanpa pernah tertidur. Bercengkrama dengan tawa di siang hari. Menikmati ranum tubuh indah para bidadari di malam hari.

Jadi bolehkah aku bertanya sekali lagi. "Kapan aku mati?"

Friday, June 06, 2008

Selamanya Pinokio

Muak rasanya mendengar celotehan mereka. Seakan dunia tak lagi diatur oleh Tuhan. Seringkali terdengar opsi-opsi yang sama, "Salah lu, harusnya begini dong!" Tapi itulah sifat manusia. Menghargai atas dasar siapa yang membuat, bukan apa yang dibuat. Maka tak ada jalan lain. Minus mendengarkan, lebih suka didengarkan.Rasanya kok semua sifat kemanusiaan sudah dikaji. Tetapi tetap saja menjadi sebuah misteri.

Tak heran jika harga seorang manusia tergantung pada tiga nilai: Harta, pencitraan dan tahta. Minus duit membuat seseorang tak dihargai. Tanpa citra diri manusia berjalan tanpa busana. Tak ada jabatan membuat insan terhina dan nista. Salah satu opsi menyiasatinya hanya dengan berdusta. Berdusta seakan-akan memiliki harta, jago tentang sesuatu, atau mengaku punya jabatan wahid.

Tapi sampai kapan sih kita berdusta? Bahkan tak tahu bagaimana berhenti dari ruang gelap itu. Dusta membuat segalanya lebih mudah. Rekayasa menjadikan tubuh minus usaha. Duh, lihatlah Pinokio. Boneka Gepetto itu saja bisa belajar berhenti berdusta. Mengapa kita tidak? Lalu sampai kapankah kita akan hidup di jalan ketidakjujuran? Mungkin hingga keinginan kita tercapai? Atau sampai mati?Tanya saja pada Tuhan masing-masing.

Sunday, April 27, 2008

Catatan Sambas, Maret 2008




Merinding juga kalau disambut dayak. Tiba di pinggir desa kami disambut puluhan orang suku dayak yang membawa tombak, panah, dan banyak senjata lainnya. Kontan beberapa kawan sempat mundur beberapa langkah bahkan ada juga yang lari berbalik arah. Aku sendiri cuma bisa terpaku dan tak dapat bergerak entah kenapa. Yang jelas saat itu hati kami berseru kompak. Takut!

Seorang dayak tua yang membawa tombak mendekat dan berdiri setengah meter dihadapanku. Mengatakan sesuatu yang tak dimengerti. lalu dia menggenggam tangan kananku dan saat itu lutut gemetar seolah di bawah kaki ini ada gempa 7.0 skala richter. Sementara beberapa kawan sudah berteriak-teriak . "Lari!"

Sang dayak tua menarik tanganku kuat ke arahnya. Lembing miliknya digenggamkan kuat ke tanganku. Lalu dengan mata menyala dia mengangkat kedua tangannya. Saat itu aku menarik napas panjang. Entah bagaimana tatapan mata dan gerakan sang Dayak tua menstimuli aku untuk mengangkat lembing tinggi-tinggi ke atas (Rasanya hanya Tuhan yang mampu memparadigmakan komunikasi seperti itu). Saat lembing terangkat, puluhan dayak berteriak-teriak girang dan musik aneh mulai mengalun. Tak lama dayak wanita menyeruak ke depan menarikan tari perang.

Beberapa rekanku yang tadinya mundur ke belakang mulai mendekat ke arahku. Kami lalu dibimbing masuk ke desa dan diberi jamuan aneka macam. Dari Kepala Dinas Perhutanan yang ikut hadir disana, aku mendapat sedikit penjelasan. Itulah cara para dayak di kampung ini menyambut tamu kehormatan. (Ozi)