Friday, February 04, 2005

Sulit...

Malam ini terlalu romantis. Rembulan muncul setengah menerangi lembayung di wajahmu. Aku tak mampu menepis keanggunan saat lampu-lampu taman menerangi gaun hijau itu. Tak tahu mengapa, mantel ini malah kukenakan padamu. Senyum itu lalu merekah untukku. Hanya untukku. Tak mampu kuhentikan desau angin yang melantunkan lagu cinta. Bahkan tak sanggup menahan tubuhmu yang menari layaknya putri raja di taman istana. Jiwa-jiwa rapuh kian bergemuruh hendak meledak. Sayang, aku tak kuasa melawan keindahanmu.

Sinar mata lembut membelaiku dan kata-kata itu makin sulit diucapkan. Hati kecil menjerit, menangis. Haruskah kuteriakkan perpisahan itu?. Bilakah kurusak nirwana yang terbersit di binar matamu?. Wahai dewi asmara, baru kusadari betapa kejam engkau.

Saat tangan-tangan halus melingkar di leherku, kau seolah menyadarkan si bodoh ini betapa sulit untuk memilih. Gamang kini adalah derita kemudian hari. Pelukan ini malah membuat lutut bergetar. Kehangatan yang sama seperti yang diberikan bidadari yang kini merajai separuh hatiku layaknya engkau.

Duhai malam segelap hati, baru kusadari betapa halus kulit tubuhnya. Hai setan-setan kegelapan, kini kutemukan betapa menggairahkan desah napas seorang wanita. Perlahan jiwa-jiwa yang bingung terbuai oleh manis kata-kata cinta. Tidak, ini harus dihentikan secepatnya.

Kini wajah memerah itu kutatap lekat-lekat. "Wahai juwita". Nafasku kini kian memburu dan kau menanti penuh harap. "Aku...". Bibir mungil itu merekah, kau tersenyum. "Mencintaimu...". Sentuhan bibirmu kemudian memanjakanku di tengah kekhawatiran. Sayup-sayup, tawa setan-setan terngiang di telinga. Bodoh sekali ucapan itu... (Ki Cepot)

No comments: