Wednesday, July 18, 2007

Cacian Kesepian




Tak perlu tanyakan hal sesulit itu. Bahkan bila terjawab oleh sang jenius sekalipun tak akan berguna. Takkan ada yang tahu jalan tercepat menuju nirwana. Bahkan kau akan mencaci saat aku mengais sampah-sampah dari manusia. Samar adalah kata yang tepat untuk menjabarkan kondisi para mahluk tersempurna sekalipun. Bila nanti aku menjawab suratan yang tergenang hujan, toh kau takkan menanggapi.

Asal tahu saja, bila manikam telah kehilangan sinarnya sejak tadi siang. luka yang diderita manusia akan membiru dan bernanah. Ketika mereka saling mencaci borok satu sama lain, sang terkutuk akan tertawa seolah menonton opera komedi. Maka tak usahlah kau indahkan suratan takdir. Bahkan bila kau tahu, hitam akan tetap hitam dalam pandangan matamu.

Suatu saat kau akan mebuang pandangan matamu dariku. Dan aku akan tertawa bahagia dalam cacian dan makian yang terlontar darimu. Aku adalah sang pendusta yang mencabuli dunia dengan cat warna gelap. Kala itu sejuta siksa akan mendera bagi kaum kami. Padahal saat ini hiburanmu adalah daging, arak, dan tontonan indah wanita tanpa busana.

Jalan ini mungkin terlalu sulit bagimu. Terpuruk dalam kemiskinan dan bergelimpang kemunafikan tentu bukanlah pemandangan surgawi. Padahal saat matahari menyinarkan cahaya pelangi kau tak menikmati keindahannya. Manusia bodoh yang mengalihkan pandangan dari alam. Bergelimang alat-alat listrik dan tumbuh diantara batu dan semen. Tak perlu kau indahkan kata-kata kasar yang terlontar dari mulut para pemberontak peradaban. Mereka tak akan pernah mengatakan hal tentang keindahan seperti melihat Yusuf dalam balutan sutra dan permata dari Zulaikha. Dan kami tak perlu persaudaraan Abel dan Kain yang kau tawarkan. Saat ini Kami tersendiri dalam keremangan. Menunggu hingga pagi menjadi malam.

No comments: